HILIRISASI dan HULUNISASI

Oleh Ramelan

22 January 2024 - 09:09:12

9 menit

HILIRASI
Kebijakan yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo mengenai keharusan proses hilirisasi komoditi hasil tambang dan produk kehutanan merupakan keputusan politik yang luar biasa dan sangat strategis. Terutama komoditi yang sedang menjadi primadona pasar internasional, khusunya negara-negara maju.

Dimulai dengan pelarangan ekspor CPO, kemudian dengan hasil tambang nikel dan tembaga. Sebelumnya sekitar tahun 1990 kita pernah memberlakukan hal yang sama pada kayu glondongan dari hutan. Akan disusul dengan komoditi pertambangan lainnya seperti bauxite, dan lain sebagainya seperti silika. Menunggu gilirannya coklat, kelapa, jambu mete dan lainnya.

Tentu perubahan komoditi hasil olahan ini akan merubah hubungan dagang dengan perusahaan tradisional pembeli komoditi mentah. Ini mengharuskan pemerintah, khususnya Kementrian Perdagangan, dan eksportir mengembangkan hubungan dengan importir baru. Hasil hilirisasi sebagian tentu juga dipergunakan industri down stream di dalam negeri. Sebagai pengganti komoditi yang selama ini diimport.

Semua ini harus diikuti dengan perilaku dan orientasi para pedagang, industriawan dan pengusaha kita.

Pertambangan:
Tembaga
Hilirisasi tahap pertama adalah dihasilkannya tembaga katode dari tembaga konsentrat. Beserta logam ikutan seperti perak dan emas. Tentu produk setengah jadi ini masih memerlukan proses berikutnya.

Contohnya pemakai tembaga yang besar di dalam negeri adalah indutri kabel yang memakai bahan baku biasanya berupa Copper Rod. Agar hasil hilirisasi tersebut bisa dimanfaatkan industri lokal, misalnya industri kabel, hilirisasi tembaga harus diteruskan sampai menghasilkan Copper Rod.

Selain industri kabel listrik, pemakai tembaga lainnya adalah industri militer, yaitu untuk peluru yang seluruh bahan bakunya masih diimpor. Peluru kaliber kecil biasanya mempergunakan bahan tembaga berbentuk cup. Tapi bisa juga dari lembaran tembaga (strip).

Industri kecil, selain memproduksi peralatan masak (dandang, ceret), juga berbagai barang hias (lampu, vas, dll), canting/cap batik, yang seluruhnya merupakan barang hasil pengrajin.

Merupakan tugas Kementrian Perindustrian membuat langkah-langkah nyata agar hasil hilirisasi tembaga ini bisa memenuhi kebutuhan tembaga untuk industri dalam negeri.

Bauxit
Di tahun 1970an disepakati dengan kelompok industri Jepang mengadakan investasi peleburan alumnium yang menggunakan tenaga listrik murah tenaga air dari Danau Toba. Bahan baku peleburan aluminium ini adalah Alumina, yang dihasilkan dari bauxite. Semula Alumina diimpor seluruhnya, dengan adanya beberapa Refinery Alumina maka bahan baku untuk Aluminium Smelter di dalam negeri bisa dipenuhi, malah kita bisa ekspor Alumina. Dari proses di Inalum dihasilkan Alu-Ingot. Hilirisasi ini masih harus terus dilakukan. Karena kebutuhan dunia masih besar.
Aluminium saat ini banyak dimanfaatkan dalam industri perumahan dan bangunan, peralatan rumah tangga, serta alat transportasi. Juga pemakaian aluminium untuk pesawat terbang.

Untuk sampai hasil hilirisasi ini bisa dimanfaatkan oleh industri turunannya, maka perlu pemikiran yang komprehensif menemukan jenis industri yang didekati secara hulunisasi, atau yang oleh Presiden Habibie disebut sebagai pendekatan “Berawal di Akhir, Berakhir di Awal”. Yang semula disebut juga sebagai Reverse Engineering. Hulunisasi hanya bisa berjalan dibantu oleh tersedianya tenaga terampil dan lembaga penelitian dan fasilitas teknologi memadai. Selain itu harus didekati dengan pemikiran adanya produsen aluminium alloy yang dibutuhkan oleh industri selanjutnya.

Nikel
Nikel sekarang ini lebih banyak diperuntukan untuk pembuatan baterai untuk kendaraan listrik, dan semakin meningkat dengan berkembanganya pemakaian kendaraan listrik.

Tetapi dalam industri, nikel ini diperlukan untuk bahan campuran dalam industri logam seperti steel alloy, aluminium alloy dan lainnya.
Langkah-langkah hilirisasi dan hulunisasi ini harus direncanakan dengan tepat dan cepat. Kementrian mana yang diberi tugas?

Batubara
Batubara masih menjadi kebutuhan dunia yang besar, walaupun ada upaya mengurangi pemakaian batubara untuk pembangkit tenaga listrik, tetapi kenyataannya pasar dunia akan batu bara masih tinggi. Kita sudah melakukan proses pembersihan dan blending untuk mencapai kwalitas dan nilai kalori yang diminta pasar.

Selain untuk pembangkit tenaga listrik, juga dimanfaatkan sebagai bahan bakar industri keramik dan gelas. Melimpahnya batubara ini bisa diproses jadi bahan bakar cair atau gas. Seperti yang dilakukan di Jerman (Perang Dunia II) dan Afrika Selatan. Juga kemudian dikembangkan untuk proses Direct Reduction peleburan besi (Lurgi dan Korea). Berbagai teknologi sudah tersedia hanya kemauan dan kebijakan kita untuk memanfaatkannya

Tentu ada hasil tambang lainnya yang perlu dipikirkan, seperti pasir besi, pasir kwarsa, gas alam dan lainnya.

Perkebunan dan Kehutanan:
CPO
CPO merupakan komoditi yang diperdagangkan baik didalam negeri maupun internasional, karena perdagangan buah kelapa sawit tidak mungkin dilakukan (ataupun terbatas antara petani sawit dengan pemilik pabrik CPO). Selain CPO yang menjadi bahan baku industri hilir, juga diproduksi RPO (Red Palm Oil).

Selain dipakai untuk oleo chemical lain, CPO juga diproses untuk jadi campuran bahan bakar diesel. Diberhentikannya ekspor CPO dari Indonesia, menimbulkan reaksi keras melalui WTO. Tentu negara-negara maju tidak akan tinggal diam, mencari alternatif bahan bakunya atau secara lebih besar menekan kita.

Kita harus lebih mempercepat program biodiesel dari yang sekarang B30, menuju ke B100. Tentu harus bekerja sama dengan industri produsen diesel engine, seperti untuk kapal laut, pembangkit listrik, alat berat, dan lokomotif.
Kita pun jangan terlena hanya focus dengan CPO, karena masih banyak alternatif sumber lainnya.

Kelapa
Ekspor kelapa gelondongan masih banyak terjadi. Karena mereka bisa memanfaatkan mulai sabut, batok dan air kelapanya. Dulu kita terkenal pengekspor kopra. Dulu kita banyak mempergunakan minyak kelapa, tetapi kemudian bersaing dengan minyak dari CPO, malah import minyak zaitun atau olive oil. Pernah dikembangkan VCO – Virgin Coconut Oil, sampai saat ini tidak berkembang. Harus bisa bersaing dengan Virgin Olive Oil, yang bukan hanya untuk menggoreng, melainkan untuk salat dll. Nira kelapa bisa dibuat gula, dan melalui proses destilasi bisa dibuat ethanol.
Industri dan para pakar makanan harus berani berinovasi dan membuat terobosan. Sehingga kita bisa memproses kelapa.

Saya tidak tahu peran BRIN sekarang ini.

Kita sudah terlalu dimanjakan oleh kehidupan gampang dari sawit, dan merubah perilaku masyarakat kita yang melupakan kelapa.

Coklat
Kita gembira melihat indutri coklat dibeberapa tempat di Jawa Tengah dan Timur berkembang dengan baik. Misalnya yang mulai dikenal di masyarakat seperti Krakoa, Soklat Inyong, Monggo, Siver Queen dan lain sebagainya. Mereka juga sudah mengekspor.

Tapi masih banyak perkebunan coklat yang mengekspor coklat dalam bentuk biji yang hanya melalui fermentasi sederhana, untuk menghilangkan binatang-binatang didalamnya.

Jambu Mete
Pembeli jambu mete gelondongan terbesar adalah India. Mereka sudah lama menjadi supplier jambu mete dunia. Yang saya ketahui India juga menampung dan memanfaatkan minyak yang keluar dari cangkang jambu mete merupakan komoditi yang mahal dan langka. Perlu ada kajian untuk ini.

HULUNISASI
Hulunisasi yang sering disebut juga dengan reversed engineering. Pemerintah harus menentukan terlebih dahulu barang-barang apa yang diperlukan oleh masyarakat atau mempunyai potensi ekspor.

Investasi apa saja yang diperlukan dalam melaksanakan proses hilirisasi dan hulunisasi. Di tahun 60-70 dibidang kendaraan bermotor kita mengharuskan program penanggalan (deletion program). Menentukan komponen-komponen apa saja yang tidak boleh diimpor utuh. Impor dari CBU, kemudian SKD dan akhirnya CKD, ditambah adanya komponan yang seluruhnya dibuat didalam negeri. Karena pasar kendaraan bermotor di Indonesia dikuasai oleh perusahaan Jepang, maka kita sering harus mengikuti kebijaksanaan mereka. Sehingga kemudian muncul pendekatan industri kendaraan bermotor niaga sederhana (KBNS), seperti Kijang, Sena, Mitra dan lain sebagainya, supaya banyak komponen bisa diproduksi di dalam negeri. Tetapi masih tetap terhubung dengan merek aslinya.

Untuk komoditi strategis dilakukan pendekatan penguasaan teknologi dan industri, yang oleh Bapak Habibie disebut sebagai pendekatan “Berawal di Akhir, Berakhir di Awal”. Khusunya untuk pesawat terbang, kapal, persenjataan, alat berat dan alat telekomunikasi. Pendekatan ini sejak awal perlu didukung License Agreement, serta pentahapannya. Didalam pelaksanaanya berbagai fasilitas pendukung seperti laboratorium pengujian, sampai fasilitas pengujian yang canggih, seperti Terowongan Angin, Hydrodynamic Laboratory – Towing Tank, dan banyak laboratorium lainnya yang terletak di Puspiptek Serpong.

Kendaraan Bermotor – mobil
Pada dasarnya industri mobil ini dikuasai oleh merek dan pemodal asing. Berulang kita mencoba melakukan pengembangan mobil nasional, tetapi hasilnya sama sekali tidak memuaskan. Misalnya ada Kancil, Tawon …….., sampai Esemka. Pernah ada truk Perkasa buatan Texmaco. Hanya Komodo yang berkembang sebagai mobil khusus. Dengan munculnya mobil listrik, maka pendekatan industrinya pun akan dan harus berubah.

Beberapa negara yang baru pun muncul dengan mobil listrik, seperti China, India, Korea dan Vietnam.

Tetapi dengan adanya rencana peningkatan produksi ethanol (Perpres 40/2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel) untuk kendaraan bermotor, menjadi pertanyaan apakah kita akan terus mengembangkan kemampuan memproduksi motor bakar atau Internal Combution secara mandiri atau berdasar lisensi? Beberapa merek dan untuk type tertentu sudah ada kemampuan ini didalam negeri.

Dengan berkembangnya jaringan jalan raya di tanah air, perlu pertimbangan berbagai ragam jenis kendaraan yang akan diproduksi untuk kebutuhan dalam negeri. Saya bayangkan akan berkembang kendaraan rekreasi atau RV (Recreational Vehicle).

Selain itu apa yang terjadi dengan merek-merek mobil yang diproduksi didalam negeri oleh perusahaan asing yang berorientasi ekspor, perlu mendapat perhatian.

Kita harus memperhatikan perusahaan pembuat bis dan kendaraan khusus. Industri komponen dan spareparts.

Kendaraan Bermotor Roda Dua
Alat transport ini, merupakan angkutan yang paling “merakyat”. Sepeda motor bukan hanya jadi angkutan pribadi, melainkan juga menjadi alat angkutan umum. Menjadi “tempat produiksi” bergerak. Dengan berkembangnya kegiatan perdagangan “on line” dan “delivery”, pemakaian sepeda motor semakin meningkat. Sehingga dibeberapa lokasi sudah merupakan akan ketertiban lalu-lintas.

Berbagai pedagang makanan memanfaatkan sepeda motor. Tukang jahit, yang dikenal dengan “permak lepis”. Becak motor di Siantar dan Medan. Becak motor di Jogjakarta. Masih banyak lagi modifikasi dari sepeda motor ini. Di perkampungan dan pedesaan sudah banyak menggantikan peran sepeda.

Sayangnya upaya kita untuk memproduksi sepeda motor dengan merek sendiri belum berhasil. Pengusaha kita lebih berorientasi dagang dan bukan industri. Sehingga para pemodal cenderung mengembangkan industri dengan produk yang sudah ada. Teknologi yang diimport.
Di tahun 1965/1966 PT Boma di Pasuruan pernah merancang dan membuat prototype skuter yang seluruhnya di buat di Indonesia. Menteri BUMN pernah merencanakan industri sepeda motor Kanzen di Indonesia.

Alat Konstruksi dan Pertanian
Hampir semua peralatan konstriksi (alat berat) yang dipergunakan di tanah air ini masih merek luar negeri, walaupun sebagian komponennya sudah dibuat didalam negeri. Hulunisasi sampai sekarang, terkendala dengan terbatasnya industri besi baja kita, baik yang berupa plat baja maupun pengecoran dan tempa baja.

Kita pernah di kurun waktu tahun 1970-1980 BUMN PT Barata dan PT BBI mampu membuat mesin dan alat berat (penggiling jalan) sendiri. Sedang alat konstruksi lainnya seperti dozer, grader, loader dan excavator telah ditetapkan keharusan produksi di dalam negeri secara bertahap. Komatsu, Cartepillar dan Hitachi mempunyai fasilitas yang mumpuni. Masalah yang belum bisa dilakukan adalah prouksi mesin, transmisi dll.

Didalam mengembangkan kemampuan di dalam negeri industri berbasis logam (besi, baja, aluminium dan lainnya), sering terjadi perubahan kebijakan yang mengakibatkan terjadinya “industrial and technological disruptiont”. Kita tidak mempunyai “technology policy” maupun “technology ideology” yang teguh.

Komputer, Elektronika, dan Alat Komunikasi
Industri ini perlu dibahas tersendiri, karena perkembangan dan perubahannya sangat cepat.

Jakarta , Januari 2024

Beri balasan

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom bertanda * harus diisi





Artikel Lainnya